[CERPEN] Kenangan Masa Itu
Kenangan Masa Itu
Malam
temeram. Semilir angin berhembus mesra. Mengingatkanku pada kenangan bersamanya.
Alun-alun kota Blora. Tempat pertemuan dan perpisahanku dengannya. Suasana
alun-alun terlihat ramai. Di tengah alun-alun, bawah pohon beringin, aku merasa
tempat ini adalah bagian hidupku. Setiap malam minggu, aku selalu datang dan
mengenang kisah indah bersamanya. Aku beranjak. Terlihat Pendopo Bupati. Aku
menjejakkan kaki ke arah angkringan. Seseorang datang dan menawarkanku menu. Aku
hanya menunjuk Es teh. Ah.. angkringan. Lagi-lagi aku teringat padanya. Selesai
meminum Es dan membayarnya, aku menaiki motorku dan menuju Warung Sate dekat
Gajah Mas. Tempat yang selalu kami datangi. Kenangan itu lagi-lagi muncul.
Padahal sudah kucoba melupakannya.
*****
Seperti
biasa, aku siap berangkat sekolah. SMA Negeri 1 Blora adalah tujuanku. SMA
ternama di kota kecil ini yang akan kutuju. Letaknya yang strategis dekat
dengan rumahku, itulah mengapa aku memilihnya. Kejadian yang tak pernah
kulupakan saat pertemuanku dengan
Ethiana Dhisani Erlinda. Perempuan yang
membuatku berhasil melupakan dia.
Awal
pertemuan yang mungkin telah terencana oleh Tuhan. Saat masa orientasi, aku
melakukan kesalahan. Seragam yang tidak kumasukkan, berani menghina kakak kelas
dan menjahili guru. Ya, kesalahan yang seharusnya tak kuperbuat. Tapi, saat
itulah aku bertemu dengannya. Ia adalah orang yang berhasil merubahku. Merubah
sikapku. Tanpa kusadari, disaat jalan-jalan –dan itu di malam minggu- aku
bertemu dengannya lagi di alfamart
dekat Masjid Baitunnur. Aku acuh dan cuek saja padanya, karena ia adalah ketua
OSIS yang kala itu menghukumku. Mencabut rumput dan menyapu halaman. Tapi
ternyata ia tak melupakanku. Ia menyapaku. Dan pastinya aku harus tersenyum
–walau itu hanya pura-pura- padanya.
Saat
itu, ia mengajakku berkeliling. Ia sangat semangat bercerita tentang dirinya.
Aku saja jika baru mengenal orang baru selalu waspada. Tapi dia beda. Itulah
yang membuatku tertarik padanya dan bisa melupakan orang itu jauh dari
pikiranku. Semangatku terasa pulih
kembali dan itu berkat Lili –panggilan khususku untuknya- yang datang tiba-tiba
di hidupku. Thanks God! Kini hidupku
tak sepi dan terpaku pada bayangan masa lalu. Kini hidupku telah kembali.
“Kamu
kenapa senyum-senyum?” tanyanya.
Kulihat
ia sangat penasaran tentang apa yang ada di benakku. Aku hanya senyum.
Memberinya isyarat bahwa itu adalah rahasia. Ia hanya geleng-geleng tanda tidak
tau maksudku. Akupun tertawa dan ia masih tidak mengerti. Oh, betapa lucu
wajahnya, andai ia bisa melihat mimik wajahnya, mungkin ia ikut tertawa.
*****
Hari-hariku
penuh canda, tawa dan bahagia saat bersamanya. Aku seperti merasakan sesuatu
yang pernah aku rasakan bersama orang lain dulu. Entah apa yang aku rasakan,
tapi aku tau bahwa ini adalah tanda bahwa aku menyayangi Lili. Pagi itu -kala libur sekolah- aku berniat
mengajaknya jalan-jalan dan menyatakan rasa ini padanya. Aku bersiap-siap dan
menuju rumahnya.
Taman
Bangkle. Itulah tujuanku. Taman romantis di kota Blora. Ia terlihat senang,
motor mio-ku melaju merajai kota blora yang kebetulan lengah. Yah, walau murid
SMA libur, tapi pekerja kantoran tetap masuk. Sampai di sana, aku dan Lili
menuju bangku yang ada di pojok taman. Taman ini memang sungguh romantis. Di
samping, pohon cemara tumbuh dan memberikan udara yang bersih tanpa polusi. Aku
menghampiri penjual es kelapa muda dan memesan 2 gelas. Tak lama, penjual
kelapa muda menghampiri dan memberikan pesananku.
“Udaranya
sejuk ya?” Aku hanya tersenyum. Lili masih terus menengok kiri kanan. Mungkin
Lili belum pernah kemari, pikirku. Akupun berdehem dan ia seperti tersadar
bahwa aku memperhatikannya.
“Li,
aku mau ngomong sesuatu,” tak terasa, kalimat itu langsung meluncur begitu saja
dari mulutku. Aku mulai merasakan gugup. Keringat dingin mulai keluar.
“Kamu
kenapa Ndra? Kok gugup gitu?” tanyanya heran. Aku hanya tersenyum.
“Li,
entah apa ya, yang aku rasain ini, tapi aku harus tanya langsung sama kamu,” ia
mulai heran. Aku makin gugup. “aku sayang kamu Li, ka.. kamu mau nggak jadi
pa.. pacarku?” DAMN! Akhirnya kata itu keluar juga walau dengan terbata-bata.
Ia hanya diam. Aku semakin gusar.
“Maaf
Indra, aku nggak bisa nerima kamu. Aku udah menganggap kamu seperti teman.
Teman yang selalu ada dalam suka dan dukaku. Sekali lagi maaf Ndra,” ujarnya
sembari terus meminta maaf. Mungkin ia takut jika aku tersinggung. Tapi aku tak
sedih. Ini memang sebuah pilihan, jika aku ditolak, aku harus kuat.
*****
Entah
apa yang terjadi, tapi aku merasa, semenjak mengungkapkan rasa cintaku di taman
kala itu, Lili seperti menjauhiku. Aku berusaha mencari dan menanyakannya, tapi
ia selalu berusaha menjauhiku. Ketakutan yang aku rasakan kini terjadi. Hingga
pada suatu hari –pada acara perpisahan sekolah-, aku berhasil menemui Lili. Ia
menjawab bahwa ia menjauhiku karena takut aku marah dan ia juga mengucapkan
salam perpisahan padaku. Katanya, besok ia akan ke Bandung untuk melanjutkan
studinya. Inilah akhir dari ceritaku dan Lili?
Komentar
Posting Komentar
Jangan lupa tinggalkan komentar^^
Kalo info ini bermanfaat buat kamu, silakan share!