[PUISI] Penyair Gila dan Kekasihnya


Penyair Gila dan Kekasihnya
Rio Dwi Cahyono

Pada sekat-sekat huruf yang ada, dia mulai bercerita dalam sembunyinya
mengisahkan tentangnya dan sang kekasih
aku pun mulai khidmat
mendengarkan.

-Dia mulai menarik napas dan berlagak seperti pendongeng andal
Dulu kami senang sekali bercumbu hingga matahari terbit
dalam hening malam menciptakan desahan
dalam bayang ingatan menjamah jengkal kemesraan
dalam kehangatan memudarkan kedinginan
tapi itu dulu, saat aku dan dia tidak berjarak seperti saat ini.

-Dia terhenti sejenak dan menunjukkan raut wajah kecewa
Sekarang kami berjarak, ada sekat antara aku dan dia
semesta seakan tak mendukung hubunganku dengannya
dalam kematian dan kekalahan, rasa juga tak lagi ingin berdua
bukan, aku tidak berdusta
bukan juga dia yang mendua
hanya saja kami mulai bosan menjalani kehidupan
sampai akhirnya berpisah dengan baik-baik juga.

-Dia mulai sedikit tersenyum konyol, mungkin memikirkan masa lalunya
Sejujurnya aku rindu pada mereka, para kekasihku
si huruf yang imut, si kata yang banyak polah, si kalimat yang manis, dan si paragraf yang selalu merayuku untuk bercumbu
bukankah kau tahu sebuah rasa rindu? Sungguh saat ini aku merindu mereka
tapi biarlah waktu yang menghapus jejak kenangan
dalam memoar ingatan.

-Dia bangkit dan tertawa renyah
Kini aku bebas, tidak lagi menghadapi mereka yang selalu menuntutku
Kini aku bebas, sudah berjarak dengan mereka
Jarak yang jauh dan jauh dan jauh sekali
Aku bebas! Aku bebas! Aku bebas!

-Dan dari situlah dongeng berakhir. Kisah antara penyair gila dan kekasihnya yang telah berjarak.

Blora, 23 April 2020



Puisi di atas menjadi puisi pilihan untuk dibukukan dalam lomba yang diselenggarakan @thesastraa

Komentar