[PUISI] Sajak Sang Penyair

 

Sajak Sang Penyair

Rio Dwi Cahyono

 

: Kita sudah terlampau nyaman dengan keadaan.

              Sampai lupa pada emosi yang perlu diluapkan.

              Menceritakan segala hal untuk disampaikan.

 

/1/

Di pojok ruangan, seorang penyair selalu memahat kata-katanya tetapi tidak ada yang ingin membacanya.

Ia terus membawa pena itu menari

“Apa lagi yang ingin kau tulis?”

“Seperti biasa, sesuatu yang menyedihkan.”

Semua orang tidak peduli padanya. Beberapa dari mereka bertanya hanya ingin tahu saja.

Mereka sudah paham dengan si penyair gila yang suka dengan kesedihan.

Bahkan dunia tidak bisa menghentikan si penyair.

Elegi yang selalu diberi. Tangisan yang dipilih.

     : Mantra-mantra duka.

       Berteman baik dengannya.

 

/2/

Ia juga senang pada kisah kehidupan.

Membersamai nafsu, dosa, kepedihan, keputusasaan, dan sekawannya.

Pena di tangannya masih menggoreskan coretan-coretan sementara detik waktu terus berjalan.

Sekitarnya bergejolak tetapi dia bergeming. Tak acuh dengan kehancuran yang ada. Tangisan, rintihan, jeritan seolah menjadi melodi yang menemani.

 

/3/

Orang-orang tidak suka padanya. Bagaimana bisa dia bisa biasa saja dengan kehancuran yang ada. Pagebluk tidak membuatnya berhenti.

Mereka terus saja saling menyalahkan satu sama lain.

Menganggap ini ulah orang lain. Menyebarkan kesakitan berujung kematian.

Dunia seakan sepi. Jalanan sepi, kantor dan sekolah tak berpenghuni. Mereka sibuk di rumah mengurung diri.

 

/4/

Akhirnya penyair itu bernapas lega. Syairnya selesai dengan sempurna.

Pena-pena itu menari dengan senangnya.

Tugasnya telah usai.

Dalam bayangnya gemuruh tepuk tangan memukau.

     : Orang-orang tertidur dengan senyum dan tawa.

       Mereka nampak bahagia akan ke surga.

       Nirwana indah yang melantunkan nada-nada bahagia.

Blora, 2020



Puisi di atas menjadi Juara 3 dalam Lomba Cipta Puisi Bulan Bahasa UM 2020

Komentar